Minggu, 20 Desember 2009

Syariah

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Menngundi atau dalam bahasa arab disebut Qur‘ah sering dilakukan oleh Rasulullah SAW. Biasanya dilakukan bila harus memutuskan siapa yang berhak atas suatu hal namun tidak dasar yang mengharuskan nabi memilih salah satu di antara mereka. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dan para Anshar berebutan agar beliau tinggal di rumah masing-masing, maka dilakukan undian dengan melepas unta beliau dan dibiarkan berjalan sendiri di lorong-lorong kota Madinah. Ketentuannya, dimana nanti unta itu duduk, maka disitulah Nabi akan singgah dan tinggal. Praktek seperti ini dianggap yang paling adil. Begitu juga bila beliau akan berangkat perang, sering dilakukan undian diantara para istri beliau. Yang namanya keluar, dia berhak mendampingi beliau dalam perjalanan itu. Ini pun dianggap adil. Lain halnya undian yang dimanfaatkan untuk judi, dimana tiap peserta judi itu datang membawa modal uang dan dikumpulkan jadi satu. Kemudian mereka membuat undian dan siapa yang memenangkan undian itu berhak atas uang yang terkumpul tadi. Paling tidak yang membedakannya adalah darimana asal uang/hadiah yang diperebutkan. Bila dari para peserta semata, maka jelas unsur judinya. Namun bila dari pihak penyelenggara atau dari pihak lain seperti sponsor, maka tidak termasuk judi. Karena itu hukumnya harus dikembalikan pada sistem undiannya, apakah mengandung hal-hal yang bertentangan dengan praktek yang Islami atau tidak. Dalam praktek sehari-hari, ada bentuk undian yang tidak bertentangan dengan syariah dan ada pula yang bertentangan. Bila prinsipnya undian itu adalah hadiah yang diberikan pihak penyelenggara undian yang dananya bersumber dari perusahaan tersebut, bukan dari iuran atau urunan para peserta undian, maka bukan termasuk judi. Contoh: Sebuah perusahaan retail memberi kesempatan kepada para pembeli yang berbelanja dengan harga di atas Rp. 50.000 sekali belanja untuk bisa mengikuti undian dengan hadiah mobil, motor dan lainnya. Dana untuk hadiah diambilkan dari anggaran bidang promosi perusahaan itu, bukan dari setoran para peserta undian, maka ini bukanlah perjudian. Tetapi merupakan taktik dagang untuk menggenjot angka penjualan. Meski sumber awal dana itu dari para pembeli, namun tidak secara langsung untuk dijadikan hadiah. Tetapi sudah menjadu hak milik perusahaan sebagai bentuk keuntungan dan dijadikan biaya promosi. Sebaliknya, bila pihak penyelenggara undian mengambil dana iuran atau biaya yang dikenakan dari peserta undian sebagai sumber hadiah, maka jelas mengandung unsur judi. Contoh: Sebuah program TV menyelenggarakan telekuis dengan hadiah mobil seharga 200 juta. Untuk bisa mengikutinya, para peserta diharuskan menelepon dengan biaya premium call (mahal) dengan harga tiap menit Rp. 5.000. Sehingga dari uang hasil pemasukan premium call itu terkumpul dana 250 juta bersih. Dari uang itu, 200 juta untuk membeli hadiah mobil dan 100 juta adalah keuntungan pihak penyelenggara. Praktik ini merupakan bentuk perjudian karena hadiah itu semata-mata diambilkan dari iuran peserta lomba yang diambil melalui biaya telepon premium. Ini tidak beda dengan para penjudi yang duduk melingkari sebuah meja dan memainkan alat perjudian. Hanya saja bentuknya bervariasi.


Wallahu a‘lam bis-shawab.


Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

GUYONAN

Gara-gara Tahlil Kelamaan

Malam itu, seorang santri bandel duduk di pojok ruangan. Kelihatannya ia tidak nyaman. Posisi duduknya berubah berkali kali. Kadang ia bersila, kadang seperti orang sedang duduk tahiyat akhir, kadang kedua tangannya merangkul lutut lalu janggutnya ditempelkan di atas lutut itu. Kadang kepalannya bersandar di tembok sambil mendongak ke atas.

Saat itu sedang diadakan tahlilan untuk salah seorang keluarga santri yang pagi tadi meninggal dunia. Bacaan tahlil kali ini terasa terlalu lama sekali.... Kemudian, usai tahlilan, kiai yang memimpin tahlil memanggil santri itu. Sementara yang lainnya disuruh ke kamar masing-masing. Rupanya kiai tahu gelagat santri itu.

"Tadi kenapa?" kata kiai. "Sakit ya?"

"Tidak kiai."

"Lalu kenapa?"

Santri yang memang terkenal paling bandel ini malah bertanya, "Kenapa tadi tahlillnya lama sekali kiai?"

"Lho almarhum itu malah seneng kalau tahlilnya lama," kata kiai. "Kamu besok juga begitu kalau meninggal."

"Apa iya?"

"Ya iya, kalau tidak percaya tanya aja ke kuburan."

"???"

Malam itu juga kiai memberi ta'zir atau sangsi kepada santri untuk membaca surat Yasiin tiga kali di pemakaman samping pesantren. (nam)

Nyi Roro Kidul Pakai Jilbab

Gus Dur ditanya serius tentang penyebab terjadinya gempa dan tsunami di Yogyakarta. Nah karena Gus Dur bukan ahli geologi maka dia menjawab sekenanya saja.

"Itu karena Nyi Roro Kidul marah karena dipaksa pakai jilbab," kata Gus Dur. Ceritanya, Gus Dur sedang menyindir kelompok umat Islam di Indonesia yang memaksakan peraturan daerah (Perda) syariat Islam. (Anam)

Ubudiyyah

Tawassul Apakah Bukan Termasuk Syirik?

Seorang pembaca NU Online menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. "Apakah bertawasul/berdo'a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada sang mati (lewat perantaraan)? Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo'akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan," katanya.

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, " (Al-Maidah:35).

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ إِنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَلِّبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إَلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتُسْقِيْنَا وَإِنَّا نَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَافَيَسْقُوْنَ. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137

“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: "Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. "Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat."

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata.

Jadi kami tegaskan kembali bahwa sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Selasa, 01 Desember 2009

Bagian-bagian bangunan PPRMin 1


Tempat wudhu' PPRM


Tempat kamar khusus


Mushollah PPRM


Gedung AULA PPRM


Lantai tiga PPRM


Bagian selatan dari bangunan PPRM



Kamar Atas


Kamar Atas (terlihat dari lantai 3)


Halaman Ndalem Pengasuh


bagian depan kamar atas


bagian depan mushollah


gedung AULA PPRM


bagian depan PPRM


halaman depan PPRM